Sejarah
Televisi
Televisi adalah sebuah
alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan
vision; yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi
televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi
disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban
dunia.
Di Indonesia ‘televisi’
secara tidak formal disebut dengan TV, tivi, teve atau tipi.
Dalam penemuan televisi,
terdapat banyak pihak, penemu maupun inovator yang terlibat, baik perorangan
maupun badan usaha. Televisi adalah karya massal yang dikembangkan dari tahun
ke tahun. Awal dari televisi tentu tidak bisa dipisahkan dari penemuan dasar,
hukum gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh Joseph Henry dan Michael
Faraday (1831) yang merupakan awal dari era komunikasi elektronik.
1876 – George Carey
menciptakan selenium camera yang digambarkan dapat membuat seseorang melihat gelombang
listrik. Belakangan, Eugen Goldstein menyebut tembakan gelombang sinar dalam
tabung hampa itu dinamakan sebagai sinar katoda.
1884 – Paul Nipkov,
Ilmuwan Jerman, berhasil mengirim gambar elektronik menggunakan kepingan logam
yang disebut teleskop elektrik dengan resolusi 18 garis.
1888 – Freidrich
Reinitzeer, ahli botani Austria, menemukan cairan kristal (liquid crystals),
yang kelak menjadi bahan baku pembuatan LCD. Namun LCD baru dikembangkan
sebagai layar 60 tahun kemudian.
1897 – Tabung Sinar
Katoda (CRT) pertama diciptakan ilmuwan Jerman, Karl Ferdinand Braun. Ia
membuat CRT dengan layar berpendar bila terkena sinar. Inilah yang menjadi
dassar televisi layar tabung.
1900 – Istilah Televisi
pertama kali dikemukakan Constatin Perskyl dari Rusia pada acara International
Congress of Electricity yang pertama dalam Pameran Teknologi Dunia di Paris.
1907 – Campbell Swinton
dan Boris Rosing dalam percobaan terpisah menggunakan sinar katoda untuk
mengirim gambar.
1927 – Philo T Farnsworth
ilmuwan asal Utah, Amerika Serikat mengembangkan televisi modern pertama saat
berusia 21 tahun. Gagasannya tentang image dissector tube menjadi dasar kerja
televisi.
1929 – Vladimir Zworykin
dari Rusia menyempurnakan tabung katoda yang dinamakan kinescope. Temuannya
mengembangkan teknologi yang dimiliki CRT.
1940 – Peter Goldmark
menciptakan televisi warna dengan resolusi mencapai 343 garis.
1958 – Sebuah karya tulis
ilmiah pertama tentang LCD sebagai tampilan dikemukakan Dr. Glenn Brown.
1964 – Prototipe sel
tunggal display Televisi Plasma pertamakali diciptakan Donald Bitzer dan Gene
Slottow. Langkah ini dilanjutkan Larry Weber.
1967 – James Fergason
menemukan teknik twisted nematic, layar LCD yang lebih praktis.
1968 – Layar LCD pertama
kali diperkenalkan lembaga RCA yang dipimpin George Heilmeier.
1975 – Larry Weber dari
Universitas Illionis mulai merancang layar plasma berwarna.
1979 – Para Ilmuwan dari
perusahaan Kodak berhasil menciptakan tampilan jenis baru organic light
emitting diode (OLED). Sejak itu, mereka terus mengembangkan jenis televisi
OLED. Sementara itu, Walter Spear dan Peter Le Comber membuat display warna LCD
dari bahan thin film transfer yang ringan.
1981 – Stasiun televisi
Jepang, NHK, mendemonstrasikan teknologi HDTV dengan resolusi mencapai 1.125
garis.
1987 – Kodak mematenkan
temuan OLED sebagai peralatan display pertama kali.
1995 – Setelah puluhan
tahun melakukan penelitian, akhirnya proyek layar plasma Larry Weber selesai.
Ia berhasil menciptakan
layar plasma yang lebih stabil dan cemerlang. Larry Weber kemudian megadakan
riset dengan investasi senilai 26 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan
Matsushita.
dekade 2000- Masing
masing jenis teknologi layar semakin disempurnakan. Baik LCD, Plasma maupun CRT
terus mengeluarkan produk terakhir yang lebih sempurna dari sebelumnya.
Memang benar banyak
sebagian orang mengatakan kalau gambar yang dihasilkan TV LCD dan Plasma
memiliki resolusi yang lebih tinggi. Tetapi kekurangannya adalah masa atau umur
TV tersebut tidak dapat berumur panjang jika kita memakainya terus-menerus jika
kalau dibandingkan dengan TV CRT atau yang dikenal sebagai tivi biasa yang
digunakan orang pada umumnya.
Estetika
Film Digital
Film adalah bentuk karya
seni yang ada di masyarakat saat ini dan merupakan sarana hiburan yang
mempunyai daya tarik yang tinggi dalam berbagai kalangan masyarakat. Film bukan
hanya menampilkan gambar yang bergerak, melainkan terkadang memiliki nilai-nilai
moral tersembunyi yang ingin di sampaikan pembuat ke dalam film tersebut.
Banyak film yang membuka wawasan masyarakat, menyebar luaskan informasi dan
membuat unsur hiburan yang menimbulkan semangat pada masyarakat.
Dalam perkembangannya film banyak memberikan peran kepada masyarakat. Bentuk
perannya tersebut adalah seperti yang diungkapkan oleh Burhan Bungin bahwa film
adalah seni mutakhir dari abad 20 yang dapat menghibur, mendidik, melibatkan
perasaan, merangsang pemikiran, dan memberikan dorongan terhadap penontonnya.
Pengaruh terhadap khalayak luas terhadap penonton ini lebih jauh misalnya
sebuah film dapat menjadi media penghibur masyarakat dalam bentuk komedi atau
bisa juga mendidik melalui film dokumenter dan lain sebagainya.
Sebagai bagian dari media masa, maka penelitian mengenai film dan bioskop ini
akan mengkaji dari sisi hiburan & pendidikan. pendidikan dan hiburan
dianggap menjadi sebuah trinitas dan tidak dapat dipisahkan. Informasi biasanya
dijelaskan sebagai kecerdasan, pendidikan sebagai pelajaran dan hiburan sebagai
rekreasi, pembunuh waktu atau kesenangan.
Menonton pertunjukan film dengan menggunakan layar lebar / gedung dimana
alat proyeksi ditempatkan dan dimana orang banyak dapat menonton gambar
bergerak di atas sebidang layar putih disebut juga sebagai “panggung bioskop”.
Berdasarkan konsep di atas, maka bioskop merupakan bagian dari perfilman. Film
sendiri merupakan sebuah produk dari kreasi manusia. Untuk sampai ke tangan
konsumen (dalam penelitian ini disebut penonton) perlu ada distribusi, oleh
sebab itu peran bioskop dalam sistim ini adalah sebagai distributor, penyampai
pesan dari film kepada penonton
Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey perilaku sosial itu tampak dalam pola
respon antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi.
Perilaku sosial itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan dan
kenangan. Perilaku sosial semacam itulah yang ingin dijelaskan dalam
menggambarkan bagaimana perilaku penonton dalam menonton film. Berbagai konsep
dan teori tersebut membantu dalam hal sistematisasi dan eksplanasi berhubungan
dengan praktik kehidupan yang telah terjadi, sehingga korelasi film dan bioskop
sebagai sarana hiburan dengan dinamika masyarakat menjadi jelas.
No comments:
Post a Comment